Cerita Rakyat: Legenda Terjadinya Danau Tamerimbi

Ilustrsi (inet)

KONON dahulu kala terdapat seorang pemuda yang gagah berani. Dia tinggal di sebuah kampung kecil di pinggir hutan belantara. 

Orang-orang sekitar yang mengenal begitu takjub pada Sang Pemuda itu. Selain karena pandai berburu ia juga dikenal rajin berbakti kepada ibunya. Bahkan setiap hari si pemuda itu pergi ke ladang untuk membantu ibunya menanam padi. 

Kala musim berladang tiba, si pemuda akan mulai membabat hutan, lalu membakarnya kemudian ditanami padi-padian. Pemuda itu terus berjuang keras menghidupi ibunya yang sudah tua. Ayahnya telah tiada. Sudah berpuluh tahun dia tinggal berdua dengan ibunya.

"Semoga kamu selalu sehat ya nak, agar bisa membantu ibu," ujar ibunya suatu waktu.

"Iya ibu, sudah janji saya untuk terus mengabdi pada ibu," kata pemuda itu menjawab.

Mereka hidup berdua di pinggir kampung itu. Orang-orang sekitar mengenal si pemuda itu sebagai sosok yang taat pada orang tuanya.

***

Suatu hari yang cerah, si pemuda pergi berburu. Memang setiap sekali seminggu pemuda itu selalu pergi berburu. Betapa herannya saat mengejar seekor rusa buruan, si pemuda itu nyaris memanah seorang gadis cantik jelita.

Gadis itu ternyata si putri dari kampung sebelah yang pergi mencari dedaunan untuk ramuan obat ayahnya yang tengah sakit. Merekapun berkenalan hingga akhirnya perburuan sang pemuda berakhir dengan jatuh cinta.

Si pemuda pulang ke rumah tanpa hasil buruan, namun hatinya berbunga-bunga usai berkenalan dengan gadis dari sebrang.

"Kenapa kali ini tidak ada hasilmu?" Tanya Ibu si pemuda saat pulang ke rumah.

"Saya tidak menemukan apa-apa ibu," jawab si pemuda itu tersenyum, dan ibunya keheranan.

Si pemuda itu tampak kasmaran. Ibunya tak mengerti ternyata ia jatuh cinta. Ya, kepada gadis yang didapatinya saat berburu pagi tadi.

"Ya sudah, besok bisa pergi lagi," kata ibunya menenangkan. Pemuda itu tampak gelisa, oh ternyata ingin berjumpa kembali denganya.

***

Cuaca sore itu begitu sejuk, orang-orang sekampung tampak pulang dari ladang mereka. Mereka membawa bakul (baki) di kepala dengan nafas tersegal-segal. Dari bilik jendela rumah milik si pemuda, ia melihat orang-orang itu melewat. Tiba-tiba mata si pemuda tertuju pada sesok perempuan muda yang tak asing. Gadis desa yang tempo hari ditemui saat berpuru di hutan. Gadis itu aneh. Tak pernah melebarkan senyum pada siapapun. Ia kerap hanya bisa mengangguk, lalu memalingkan wajah ke arah tak menentu. Iya. Gadis itu adalah kekasih si pemuda, diam-diam si pemuda telah meminangnya. Mereka bahkan sudah merencanakan pernikahan usai pariama (pesta panen) musim tanam ini.

Waktu terus berjalan namun si pemuda dilanda rasa penasan. Entah mengapa gadis desa tunangannya itu tak sekalipun menampakkan gigi. Padahal kerap ia bertamu ke rumah gadis itu. Dia tampak ramah menyambutnya. Bahkan si pemuda dan gadis itu sudah saling kenal mendalam dan merencanakan pernikahan yang sudah disampaikan pada masing-masing keluarga. Tak sekalipun gadis itu memperlihatkan giginya pada si pemuda. Aneh.

Memang, gadis itu tak pernah tertawa terbahak. Ia hanya menampilkan peragai yang ramah dan kalem kepada semua orang. Hal itu membuat si pemuda begitu penasaran.

"Ada apa sebenarnya, kenapa tunanganku itu tak pernah terlihat giginya," guman si pemuda itu dalam hati.

Karena dilanda rasa penasaran, si pemuda lalu bertekad untuk membuat gadis itu tertawa terbahak-bahak. Dengan demikian ia akan dengan leluasa melihat giginya yang selama ini tersembunyi di balik senyum sungging dan perangai yang sopan dan serta tutur bahasa yang santun dari gadis tercantik di desa itu.

Si Pemuda pun berangkat berburu, kali ini dilandasi rasa penasaran yang hebat untuk mengungkap teka-teki tak pernah melihat gigi kekasihnya. 

Pemuda itu pun membuat siasat. Ia membuat perangkap untuk menangkap hidup-hidup seeokor burung Maleo. Hasilnya sukses, dia berhasil menangkap hidup-hidup seekor burung maleo dengan perangkap yang dibuatnya. Si pemuda itu lalu membuang semua bulu burung maleo tersebut lalu dibawanya pulang. 

Setiba di kampung, si pemuda tak lansung pulang ke rumah menemui ibunya. Ia malah pergi menemui tunangannya. 

"Tok, tok, tok," si pemuda mengetok pintu rumah tunangannya.

Ketika pintu mulai terbuka, bergegaslah pemuda itu melemparkan burung maleo ke hadapan gadis desa itu. Dilihatnya burung itu tanpa bulu oleh sang gadis tunangannya itu, ia pun tertawa terbahak-bahak. Betapa terkejutnya si pemuda melihat tungangan tanpa gigi yang tersusun rapih. Ia hanya punya gigi sangat kecil tersusun bagai biji wijen berwarna hitam. 

Si pemuda keheranan sedang gadis desa tertawa terbahak-bahak melihat kelucuan burung maleo yang berjalan tanpa sehelai bulu pun.

Ketika dua sejoli itu masih mempertontonkan kelucuan yang tak lazim, seketika cuaca yang cerah berubah menjadi pekat dan hujan mulai turun. Tak sempat bagi si pemuda meninggalkan tempat hujan pun dengan derasnya turun ke bumi. 

Hujan terus turun dengan derasnya hingga di sekitar rumah tampak genngan air yang luar biasa. Betapa uniknya, hujan itu hanya jatuh di sekitar tempat si pemuda dan kekasihnya.

"Kenapa bisa begini," tanya si pemuda, tak mengerti air hujan jatuh menggenangi tempat mereka hingga air nyaris menenggelamkan keduanya. 

"Ayo kita pergi," katanya pada perempuan bergigi kecil itu.

Mereka berpindah tempat sebab sebab mereka nyaris tenggelam oleh palung air hujan yang mendadak meninggi. Sayang tiga kali mereka berpindah tempat, air selalu meluap dari tempat mereka, bahkan di tempat ketiga dua insan yang menjalin kasih ini tenggelam hingga terbentuk sebuah danau yang hingga kini masih ada. Namanya danau Tamerimbi, terletak di dusun Tamerimbi Desa Kabiraan Kecamatan Ulumanda, Kabupaten Majene.

Menurut keterangan warga, kisah ini adalah hikayat pelanggaran (pamali) yang dikenal masyarakat setempat. Pemali ini warga mengenalnya dengan bahasa setempat "mappepahi pahi". Kita tidak boleh membuang bulu binatang yang masih hidup, karena merupakan pemali yang dapat mengundang bala (bencana).

Selesai...

Comments

Popular posts from this blog

Berikut adalah Nama-nama 18 Tomakaka di Ulumanda

Mengenal Ada' Tuho; History & Prediksi Masa Mendatang (I)